Rheza Maulana AIESEC Universitas Hasanuddin

Greeneration 17.0 AIESEC in UnHas!

Pada kesempatan ini, saya mendapatkan kehormatan untuk menjadi pembicara dalam acara Local Project AIESEC in Unhas, Greeneration 17.0! Khusus dalam acara ini, para mahasiswa menempatkan perhatian pada isu kesejahteraan hewan yang kerap terlupakan dalam pembangunan kota Makassar.

Sebanyak 79,9% warga Makassar dinyatakan belum sepenuhnya memahami kesejahteraan hewan, dan selain itu, Makassar juga diketahui sebagai salah satu tempat peredaran satwa liar dilindungi sebanyak 2.642 individu dari 62 spesies berbeda. Satwa-satwa tersebut diperjualbelikan di pasar-pasar tradisional, tanpa pengawasan ketat. Tak hanya di dunia nyata, kekejaman dan eksploitasi terhadap satwa juga terjadi di dunia maya melalui konten keji.

Berlandaskan dari kekhawatiran-kekhawatiran tersebut, saya berbagi sedikit pengalaman saya seputar konservasi satwa guna mengedukasi dan menumbuhkan kesadaran dan rasa sayang pada generasi muda untuk melindungi satwa. Sesi dimulai dengan pemaparan materi yang secara garis besar meliputi pemahaman dasar tentang “Apa Itu Satwa Liar?”.

Hal tersebut penting untuk dipahami, untuk membedakan satwa liar dengan hewan domestik atau hewan peliharaan. Bahwa, satwa liar memang hakikatnya hidup di alam karena mereka memiliki peran terhadap alam. Bila mereka tidak ada di alam, seperti diburu atau diperjualbelikan, maka peran tersebut akan hilang dan alam pun merasakan dampaknya. Maka, melestarikan satwa juga berarti melestarikan alam, dan kehidupan manusia.

Selanjutnya, saya mengingatkan para mahasiswa bahwa semangat pelestarian satwa ini juga termasuk bagian yang mendukung program-program berkelanjutan di dunia seperti SDGs Life on Land, juga Net Zero Pledges, dan dalam negeri yaitu Nationally Determined Contributions dan Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience. Dengan demikian, melestarikan satwa dan habitat alamnya bukanlah sekedar ajakan semu, tetapi memang kewajiban bersifat internasional. Para mahasiswa juga dibekali dengan cara-cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan satwa: tidak terlibat perburuan dan jual beli satwa, hingga mendukung praktik penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasliaran.

Tak hanya sekedar pemaparan materi, tetapi dilakukan juga sesi tanya jawab dan saya dapat menyatakan bahwa para mahasiswa sangat antusias. Hal ini terlihat dari pertanyaannya yang cukup banyak dan sangat kritis, yang menandakan rasa ingin tahu dan rasa ingin terlibat yang tinggi. Setelahnya, untuk semakin mempertajam pemahaman mahasiswa, saya mengajak mahasiswa berdiskusi lewat studi kasus. Saya memberikan beberapa pertanyaan berdasarkan kasus nyata, yang kemudian didiskusikan dan dijawab oleh para mahasiswa.

Contoh diskusi yang kami lakukan adalah: “bila menemukan satwa liar, apa yang harus dilakukan?”, lalu mahasiswa menjawab melakukan Google search mencari instansi pemerintah seperti BKSDA yang dapat dihubungi untuk melapor. Kemudian saya bertanya “lalu apa yang seharusnya dilakukan kepada satwa tersebut?” dan para mahasiswa menjawab membawa satwa ke pusat penyelamatan untuk dievaluasi dan dirawat bila dibutuhkan. Saya pun memberi pertanyaan lanjutan “setelah dievaluasi dan dirawat, lalu satwa harus diapakan?”, dan para mahasiswa menjawab satwa harus dilepasliarkan kembali ke habitatnya, dijaga oleh polisi hutan, dan dipastikan tetap aman di alam.

Secara garis besar, terlihat bahwa para mahasiswa peserta acara ini sangatlah aktif. Dapat dirasakan bahwa mahasiswa-mahasiswa ini memang tertarik dan peduli pada isu satwa. Saya berharap melalui interaksi sederhana ini dapat semakin memupuk kesadaran dan kepedulian mereka, juga menginspirasi mereka untuk melakukan aksi nyata demi pelestarian satwa sesuai kemampuan mereka masing-masin.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »
Scroll to Top